A. PENDAHULUAN
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah metode untuk mengembalikan fungsi pernapasan dan sirkulasi pada pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung yang tidak diharapkan mati pada saat itu. Metode ini merupakan kombinasi pernapasan buatan dan bantuan sirkulasi yang bertujuan mencukupi kebutuhan oksigen otak dan substrat lain sementara jantung dan paru tidak berfungsi. Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis.Resusitasi jantung paru (RJP) atau juga dikenal dengan cardio pulmonier resusitation (CPR) merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan buatan
Resusitasi jantung paru biasanya digunakan sebagai pertolongan pertama pada pasien yang mengalami henti nafas dan henti jantung. Yang bertujuan untuk mengembaliakn fungsi optimal pernafasan dan sirkulasi untuk mencegah kematian (kematian biologis). Maka dari itu tindakan resusitasi jantung paru (RJP) sangat penting di pelajari untuk melakukan tindakan pertulongan pertama dan untuk bantuan hidup dasar.
1. KONSEP KUNCI
a. Pengertian Resusitasi Jantung Paru.
b. Tujuan Resusitasi Jantung Paru.
c. Langkah-langkah melakukan Resusitasi Jantung Paru.
d. Hal – hal yang perlu di perhatikan dalam melakukan teknik Resusitasi Jantung Paru.
2. PETUNUJUK
a. Pelajari materi BAB 4 dengan baik.
b. Penyajian setiap BAB meliputi : judul BAB dan konsep – konsep kunci, petunjuk, kerangka isi, tujuan pembelajaran umum, tujuan pembelajaran khusus, paparan materi, tugas dan latihan, rangkuman dan soal – soal akhir BAB yang disertai dengan kunci jawaban.
c. Kerjakan soal – soal latihan akhir BAB dengan tekun dan disiplin.
d. Bacalah sumber pendukung yang dapat menambah wawasan.
e. Selamat membaca dan semoga berhasil.
3. TUJUANPEMBELAJARAN
a. Tujuan Umum Pembelajaran
Untuk dapat memahami teknik Resusitasi Jantung Paru
b. Tujuan Khusus Pembelajaran
Untuk dapat memahami :
a. Menjelaskan pengertian Resusitasi Jantung Paru
b. Menjelaskan tujuan Resusitasi Jantung Paru
c. Menjelaskan langkah-langkah melakukan Resusitasi Jantung Paru.
d. Menjelaskan hal – hal yang perlu diperhatikan dalam teknik Resusitasi Jantung Paru.
B. PENYAJIAN MATERI
1. Pengertian Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Resusitasi atau reanimasi mengandung arti harfiah menghidupkan kembali, dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis. Resusitasi jantung paru (RJP) atau juga dikenal dengan cardio pulmonier resusitation (CPR) merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan buatan.
Komplikasi dari teknik ini adalah pendarahan hebat. Jika korban mengalami pendarahan hebat, maka pelaksanaan RJP akan memperbanyak darah yang keluar sehingga kemungkinan korban meninggal dunia lebih besar. Namun, jika korban tidak segera diberi RJP, korban juga akan meninggal dunia. RJP harus segera dilakukan dalam 4-6 menit setelah ditemukan telah terjadi henti nafas dan henti jantung untuk mencegah kerusakan sel-sel otak dan lain-lain. Jika penderita ditemukan bernafas namun tidak sadar maka posisikan dalam keadaan mantap agar jalan nafas tetap bebas dan sekret dapat keluar dengan sendirinya.
2. Tujuan Resusitasi Jantung Paru
a. Mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali.
b. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi (nafas)
c. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkukasi (fungsi jantung) dan ventilasi (fungsi pernafasan/paru) pada pasien/korban yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui Cardio Pulmonary Resuciation (CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP).
3. Langkah-langkah Melakukan RJP
Berdasarkan konvensi American Heart Association (AHA) terbaru pada tanggal 18 Oktober 2010, dimana mengalami perubahan yaitu dari ABC menjadi CAB (Circulatory Support, Airway Control, dan Breathing Support) prosedur CPR terbaru adalah sebagai berikut :
a. Danger (D)
Yaitu kewaspadaan terhadap bahaya dimana pertama penolong harus mengamankan diri sendiri dengan memakai alat proteksi diri (APD). Alat proteksi yang paling dianjurkan adalah sarung tangan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari pasien kepada penolong. Selanjutnya penolong mengamankan lingkungan dari kemungkinan bahaya lain yang mengancam, seperti adanya arus listrik, ancaman kejatuhan benda (falling object). Setelah penolong dan lingkungan aman maka selanjutnya mengamankan pasien dan meletakan korban pada tempat yang rata, keras, kering dan jauh dari bahaya.
b. Respon (R)
Mengecek kesadaran atau respon korban dapat dilakukan secara verbal maupun nonverbal. Secara verbal dilakukan dengan memanggil nama. Sedangkan secara nonverbal dilakukan dengan menepuk-nepuk bahu korban. Jika dengan memanggil dan menepuk tidak ada respos, maka lakukan pengecekan kesadaran dengan melakukan rangsangan nyeri. Lakukan rangsang nyeri dengan menekan tulang dada pasien dengan cara penolong menekuk jari-jari tangan kanan, lalu tekan dengan sudut ruas jari-jari tangan yang telah ditekuk. Jika tidak ada respon dengan rangsangan nyeri berarti pasien tidak sadar dan dalam kondisi koma.
c. Shout For Help (S) /meminta bantuan
Jika pasien tidak berespons selanjutnya penolong harus segera memanggil bantuan baik dengan cara berteriak, menelepon, memberi tanda pertolongan dan cara lainya. Berteriak contohnya dengan memanggil orang disekitar lokasi kejadian agar membantu pertolongan atau disuruh mencari pertolongan lebih lanjut. Selanjutnya menelepon yaitu menghubungi pusat bantuan darurat (emergency call number) sesuai dengan nomor dilokasi / negara masing-masing, seperti 911 dan 118. Ketiga adalah Emergency signal yaitu dengan membuat asap, kilauan cahaya, suara dan lain-lain jika lokasi ada didaerah terpencil.
d. Memperbaiki posisi pasien
Untuk melakukan tindakan RJP yang efektif, pasien harus dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi pasien ke posisi terlentang.
e. Mengatur posisi penolong
Penolong berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakkan lutut.
Gambar posisi penolong yang benar
f. Cek Nadi
Pengecekan nadi korban dilakukan untuk memastikan apakah jantung korban masih berdenyut atau tidak. Pada orang dewasa pengecekan nadi dilakukan pada nadi leher (karotis) dengan menggunakan 2 jari. Caranya letakan 2 jari tangan pada jakun (tiroid) kemudian tarik ke arah samping sampai terasa ada lekukan rasakan apakah teraba atau tidak denyut nadi korban. Pada bayi pengecekan nadi dilakukan pada lengan atas bagian dalam. Dengan menggunakan 2 jari rasakan ada tidaknya denyut nadi pada lengan atas bagian dalam korban (nadi brakialis). Jika nadi tidak teraba berarti pasien mengalami henti jantung, maka segera lakukan penekanan / kompresi pada dada korban. Jika nadi teraba berarti jantung masih berdenyut maka lanjutkan dengan membukan jalan napas dan pemeriksanaan napas.
g. Circulatory Support (C) / Bantuan Sirkulasi
Yaitu kompresi dada jika korban tidak teraba nadinya berarti jantungnya berhenti berdenyut maka harus segera dilakukan penekanan / kompresi dada sebanyak 30 kali. Caranya : posisi penolong sejajar dengan bahu korban. Letakan satu tumit tangan diatas tulang dada, lalu letakan tangan yang satu lagi diatas tangan yang sudah diletakan diatas tulang dada (dua jari di bawah xifoideus). Setelah itu tekan dada korban dengan menjaga siku tetap lurus Tekan dada korban sampai kedalaman sepertiga dari ketebalan dada atau 3-5 cm / 1-2 inci (korban dewasa), 2-3 cm (pada anak), 1-2 cm (bayi).
Gambar Titik Kompresi
h. Airway Control (A)
Yaitu membuka jalan napas, setelah melakukan kompresi selanjutnya membuka jalan napas. Sebelum membuka jalan napas pertama harus melakukan pemeriksaan jalan napas. Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras atau asing dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan teknik finger sweep dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada pasien tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup faring dan laring, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Angkat Dagu-Tekan Dahi atau disingkat ADTD (Head tild – chin lift) dan Perasat Pendorongn Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver).
1. Angkat Dagu - Tekan Dahi (ADTD)
Teknik ini dilakukan pada penderita yang tidak mengalami trauma pada kepala, leher maupun tulang belakang.
Caranya :
a. Letakkan tangan Anda pada dahi penderita. Gunakan tangan yang paling dekat dengan kepala penderita.
b. Tekan dahi sedikit mengarah ke belakang dengan telapak tangan sampai kepala penderita terdorong ke belakang.
c. Letakkan ujung jari tangan yang lainnya di bawah bagian ujung tulang rahang bawah.
d. Angkat dahu ke depan, lakukan gerakan ini bersamaan tekanan dahi, sampai kepala penderita pada posisi ekstensi maksimal. Pada pasien bayi dan anak kecil tidak dilakukan sampai maksimal tetapi sedikit ekstensi saja.
e. Pertahankan tangan di dahi penderita untuk menjaga posisi kepala tetap ke belakang.
f. Buka mulut penderita dengan ibu jari tangan yang menekan dagu.
2. Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Manaeuver)
Teknik ini digunakan sebagai pengganti teknik tekan dahi angkat dagu. Perlu diingat teknik ini sangat sulit dilakukan, tetapi merupakan teknik yang aman untuk membuka jalan nafas bagi penderita yang mengalami trauma pada tulang belakang. Dengan mempergunakan teknik ini berarti kepala dan leher penderita dibuat dalam posisi alami/normal.
Caranya :
a. Berlutut di sisi atas kepala penderita letakan kedua siku penolong sejajar dengan posisi penderita, kedua tangan memegang sisi kepala.
b. Kedua sisi rahang bawah dipegang (jika pasien anak/bayi, gunakan dua atau tiga jari pada sisi rahang bawah).
c. Gunakan kedua tangan untuk menggerakkan rahang bawah ke posisi depan secara perlahan. Gerakan ini mendorong lidah ke atas sehingga jalan napas terbuka.
d. Pertahankan posisi mulut pasien tetap terbuka.
i. Breathing Support (B) atau memberikan napas buatan
Jika pasien masih teraba denyut nadinya maka perlu dilakukan pemeriksaan apakah masih bernapas atau tidak. Pemeriksaaan pernapasan dilakukan dengan melihat ada tidaknya pergerakan dada (look), mendengarkan suara napas (listen) dan merasakan hembusan napas (feel). Jika pasien berdenyut jantungnya tetapi tidak bernapas maka hanya diberikan napas buatan saja sebanyak 12-20 kali per menit. Bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan).
1. Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang tepat dan efektif untuk memberikan udara ke paru-paru pasien. Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut pasiendengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat mengghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung.
2. Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut pasien tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban/pasien.
3. Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.
Jika pasien masih berdenyut jantungnya dan masih bernapas maka korban dimiringkan ke kiri (posisi recovery) agar ketika muntah tidak terjadi aspirasi.
Gambar posisi recovery
Pasien yang berhenti denyut jantungnya / tidak teraba nadi maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan pernapasan karena sudah pasti berhenti napasnya, penolong setelah melakukan kompresi dan membuka jalan napas langsung memberikan napas buatan sebanyak 2 kali. Rasio perbandingan kompresi : napas buatan pada orang dewasa baik 2 orang penolong maupun 1 orang penolong perbandingan yaitu 30 : 2.
Adapun frekuensi napas buatan yang diberikan yaitu :
1. Dewasa : 10-12x pernapasan/menit, masing-masing 1,5-2 detik
2. Anak (1-8 thn) : 20x pernapasan /menit masing-masing 1-1,5 detik
3. Bayi (0-1 thn) : lebih dari 20x pernapasan/menit masing-masing 1-1,5 detik
4. Bayi baru lahir : 40x pernapasan/menit, masing-masing 1-1,5 detik
j. Evaluasi pada CPR dilakukan setiap 5 Siklus. (5 x 30 kompresi) + (5 x 2 napas buatan). Evaluasi pada pemberian napas buatan saja dilakukan setiap 2 menit. Dan setelah pasien berdenyut nadinya dan bernapas posisi pasien dimiringkan ke arah kiri (posisi recovery).
Tindakan RJP dapat dihentikan apabila :
1. Penderita pulih kembali.
2. Penolong kelelahan.
3. Diambil alih oleh tenaga yang sama atau yang lebih terlatih.
4. Jika ada tanda pasti mati, tidak usah lakukan RJP.
Adapun langkah-langkah melakukan RJP pada Anak dan Bayi
Anak (1-8 tahun) dan bayi (0-1 tahun) memerlukan sedikit perbedaan dalam pertolongan. Pemeriksaan nadi pada bayi dilakukan pada nadi brakial (nadi lengan atas). Sedangkan untuk anak seperti orang dewasa. Pada anak rasio perbandingan kompresi : napas buatan yaitu untuk 1 penolong 30 : 2 dan untuk 2 penolong perbandingannya menjadi 15 : 2.
Jika bayi atau anak tidak bernapas dan nadi tidak berdenyut, mulailah RJP dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Posisikan penderita
b. Buka baju penderita bagian dada.
c. Tentukan titik pijatan, untuk bayi satu jari di bawah garis imajiner/semu kedua puting susu.
Untuk anak, sama dengan orang dewasa.
d. Lakukan pijatan jantung, untuk bayi dengan mempergunakan jari tengah dan jari manis.
Sedangkan untuk anak mempergunakan, satu turnit tangan saja. Kecepatan pijatan pada bayi sekurang-kurangnya 100x/menit.
Cacatan :
Khusus untuk bayi baru lahir maka perbandingan antara jantung luar dan bantuan pernapasan adalah 3 : 1,
mengingat dalam keadaan normal bayi baru lahir memiliki denyut nadi di atas 120x/menit dan pernapasan mendekati 40x/menit.
4. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan tindakan RJP
a. RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun.
b. Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali bila ia sudah stabil.
c. Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena dapat berakibat robeknya hati
d. Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada sternum, jari-jari jangan menekan iga korban.
e. Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak terputus
f. Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJPseperti :
1. Patah tulang dada dan tulang iga
2. Bocornya paru-paru (pneumotoraks)
3. Perdarahan dalam paru-paru / rongga dada (hemotoraks)
4. Luka dan memar pada paru-paru
5. Robekan pada hati
PENUTUP
1. RANGKUMAN
a. Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis. Indikasi melakukan RJP yaitu pada korban yang mengalami henti npas (respiratory arrest) dan henti jantung (cardiact arrest).
b. Tujuan RJP adalah untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest).
c. Langkah-langkah melakukan RJP yaitu :
1. Danger (D) yaitu kewaspadaan terhadap bahaya yang terdiri dari mengamankan diri sendiri (penolong), mengamankan lingkungan, dan melindungi pasien
2. Respon (R) yaitu mengecek kesadaran pasien baik secara verbal, nonverbal maupun rangsangan nyeri.
3. Shourt For Help (S) yaitu meminta bantuan.
4. Memperbaiki posisi pasien
5. Mengatur posisi penolong
6. Mengecek nadi yaitu pada nadi karotis untuk dewasa dan anak-anak. Sedangkan nadi brakialis pada bayi.
7. Circulatory Support (C) yaitu memberikan kompresi sebanyak 30 kali pada pasien jika nadinya berhenti berdenyut.
Titik kompresi pada orang dewasa yaitu 2 jari di bawah prosesus xifoideus.
Sedangkan untuk bayi satu jari di bawah garis imajiner/semu kedua puting susu dan untuk anak sama seperti orang dewasa.
8. Airway Control (A) yaitu membuka jalan napas.
Jika di dalam mulut ditemukan benda asing dibersihkan dengan teknik finger sweep.
Teknik untuk membuka jalan napas ada 2 yaitu
a. Angkat Dagu - Tekan Dahi (ADTD)
Merupakan teknik untuk membuka yang tidak mengalami trauma pada kepala, leher maupun tulang belakang.
b. Perasat Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Manaeuver)
Merupakan teknik untuk membuka jalan nafas bagi korban yang mengalami trauma pada tulang belakang.
9. Breathing Support (B) yaitu memberikan napas buatan. Lakukan pemeriksaan pernapasan dengan sistem LDR (lihat, dengar, dan rasakan).
Jika korban berdenyut jantungnya tetapi tidak bernapas maka hanya diberikan napas buatan saja sebanyak 12-20 kali per menit.
Jika pasien tidak ada napas dan nadi tidak berdenyut lakukan RJP dengan memberikan kompresi dan napas buatan dengan rasio perbandinagn 30 : 2
pada orang dewasa dan anak-anak. Dan khusus untuk bayi baru lahir 3 : 1.
Jika pasien masih berdenyut nadinya dan bernapas posisi pasien dimiringkan ke arah kiri (posisi recovery).
10. Evaluasi keadaan pasien setiap 5 siklus. Dan setelah pasien masih berdenyut nadinya dan bernapas posisi pasien dimiringkan ke arah kiri (posisi recovery).
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan RJP diantaranya adalah RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik ,
jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena dapat berakibat robeknya hati,
dan hindari gerakan menyentak karena kompresi harus lembut, teratur dan tidak terputus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar