MANAJEMEN NYERI PERSALINAN
MANAJEMEN
NYERI PERSALINAN
A.
DEFINISI
Nyeri adalah pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial. Nyeri terjadi bersama banyak proses
penyakit atau bersamaan dengan beberapa
pemeriksaan diagnostik atau pengobatan (Brunner dan Suddart,2004).
Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan
akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut dalam serabut saraf
dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis, maupun emosional
(Hidayat, 2008).
Nyeri persalinan
merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang terkait dengan
kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta
penurunan janin selama persalinan. Respon fisiologis terhadap nyeri meliputi
peningkatan tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, keringat, diameter pupil,
dan ketegangan otot (Arifin, 2008).
Nyeri persalinan ditandai dengan adanya
kontraksi rahim, kontraksi sebenarnya telah terjadi pada minggu ke-30 kehamilan
yang disebut kontraksi Braxton hicks akibat perubahan-perubahan dari
hormon estrogen dan progesteron tetapi sifatnya tidak teratur,
tidak nyeri dan kekuatan kontraksinya sebesar 5 mmHg, dan kekuatan kontraksi
Braxton hicks ini akan menjadi kekuatan his dalam persalinan dan
sifatnya teratur. Kadang kala tampak keluarnya cairan ketuban yang biasanya
pecah menjelang pembukaan lengkap, tetapi dapat juga keluar sebelum proses
persalinan. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan dapat berlangsung
dalam waktu 24 jam (Gadysa, 2009).
B.
ETIOLOGI
Selama persalinan kala satu, nyeri terutama dialami karena
rangsangan nosiseptor dalam adneksa, uterus, dan ligamen
pelvis. Banyak penelitian yang mendukung bahwa nyeri persalinan kala I
adalah akibat dilatasi serviks dan segmen uterus bawah, dengan distensi
lanjut, peregangan, dan trauma pada serat otot dan ligamen yang
menyokong struktur ini. Bonica dan McDonald, (1995), menyatakan bahwa faktor
berikut mendukung teori tersebut :
1.
Peregangan otot
polos telah ditunjukkan menjadi rangsang pada nyeri viseral. Intensitas nyeri
yang dialami pada kontraksi dikaitkan dengan derajat dan kecepatan dilatasi
serviks dan segmen uterus bawah.
2.
Intensitas dan
waktu nyeri dikaitkan dengan terbentuknya tekanan intrauterin yang menambah
dilatasi struktur tersebut. Pada awal persalinan, terdapat pembentukan tekanan
perlahan, dan nyeri dirasakan kira-kira 20 detik setelah mulainya kontraksi
uterus. Pada persalinan selanjutnya, terdapat pembentukan tekanan lebih cepat
yang mengakibatkan waktu kelambatan minimal sebelum adanya persepsi nyeri.
3.
Ketika serviks
dilatasi cepat pada wanita yang tidak melahirkan, mereka mengalami nyeri
serupa dengan yang dirasakan selama kontraksi uterus.
Rangsangan persalinan kala I
ditransmisikan dari serat eferen melalui pleksus hipogastrik
superior, inferior, dan tengah, rantai simpatik torakal bawah, dan lumbal,
ke ganglia akar saraf posterior pada T10 sampai L1. Nyeri dapat
disebarkan dari area pelvis ke umbilikus, paha atas, dan area midsakral. Pada
penurunan janin, biasanya pada kala II, rangsangan ditransmisikan melalui saraf
pudendal melalui pleksus sakral ke ganglia akar saraf posterior pada
S2 sampai S4 (Patree, 2007).
Nyeri pada tahap I persalinan
timbul dari uterus dan adnexa saat berkontraksi, dan hal itu
adalah nyeri viseral yang alami. Beberapa kemungkinan mekanisme yang
menjelaskan hal ini yaitu: nosiseptif yang berasal dari uterus telah
diajukan namun pengamatan saat ini bahwa nyeri itu lebih banyak dihasilkan
akibat dilatasi serviks dan segmen bawah uterus, dan mekanisme distensi
sesudahnya. Intensitas nyeri berhubungan dengan kekuatan kontraksi dan
tekanan yang dihasilkan uterus yang akan melawan obstruksi yang
terjadi, serviks dan perineum mungkin juga berperan terhadap terjadinya
nyeri. Beberapa nosiseptik kemudian berperan dalam terjadinya nyeri,
yaitu bradikinin, leokotrin, prostaglandin, serotonin, asam laktat, dan
substan P. Bukti yang mendukung tentang nosiseptik yang berasal dari uterus
didasarkan pada penelitian, hal ini telah ditinjau kembali secara mendetail
oleh Bonica (Idmgarut, 2009).
C.
FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI NYERI
Pengalaman
nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah :
1. Arti
nyeri
Bagi
individu memiliki banyak perbedaan dan hamper sebagian arti nyeri tersebut
merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak dan lain-lain.
Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti usia, jenis kelamin,
latar belakang social cultural, lingkungan, dan pengalaman.
2. Persepsi
nyeri
Merupakan
penilaian sangat subjektif, tempatnya pada korteks (pada fungsi evaluative secara
kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh factor yang dapat memicu stimulasi nociceptor.
a. Arti
nyeri
b.
Persepsi
nyeri
Toleransi ini erat hubungannya
dengan adanya intensitas nyeri yang dapat mempengaruhi seseorang menahan
nyeri.
Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain
alkohol,
obat-obatan, hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian,
kepercayaan
yang kuat, dan lain-lain. Sedangkan faktor yng menurunkan toleransi
antara lain
kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang,
sakit,
dan lain-lain.
c.
Reaksi terhadap nyeri
Merupakan bentuk respons seseorang
terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit.
Semua ini merupakan bentuk respons nyeri yang dapat di pengaruhi oleh beberapa
factor, seperti : arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu,
nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, takut, cemas, usia,
dan lain-lain (Hidayat, 2008).
D.
TAHAPAN
NYERI
Ada empat tahapan terjadinya nyeri
:
1. Transduksi
Transduksi
merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri (noxious stimuli) dirubah
menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimuli
ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi
nyeri). Terjadi perubahan patofisiologis karena mediator-mediator nyeri
mempengaruhi juga nosiseptor diluar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri
meluas. Selanjutnya terjadi proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai
ambang rangsang nosiseptor karena pengaruh mediator-mediator tersebut di atas
dan penurunan pH jaringan. Akibatnya nyeri dapat timbul karena rangsang yang
sebelumnya tidak menimbulkan nyeri misalnya rabaan. Sensitisasi perifer ini
mengakibatkan pula terjadinya sensitisasi sentral yaitu hipereksitabilitas
neuron pada spinalis, terpengaruhnya neuron simpatis dan
perubahan intraseluler yang menyebabkan nyeri dirasakan lebih lama.
Rangsangan nyeri diubah menjadi depolarisasi membrane reseptor yang
kemudian menjadi impuls syaraf.
2.
Transmisi
Transmisi
merupakan proses penyampaian impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer
melewati kornu dorsalis, dari spinalis menuju korteks
serebri. Transmisi sepanjang akson berlangsung
karena proses polarisasi, sedangkan dari neuron presinaps ke pasca sinaps
melewati neurotransmitter
3.
Modulasi
Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh
sistem saraf, dapat meningkatkan atau mengurangi penerusan impuls nyeri.
Hambatan terjadi melalui sistem analgesia endogen yang melibatkan
bermacam-macam neurotansmiter antara lain endorphin yang dikeluarkan
oleh sel otak dan neuron di spinalis. Impuls ini bermula dari
area periaquaductuagrey (PAG) dan menghambat transmisi impuls pre maupun
pasca sinaps di tingkat spinalis. Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor
perifer medula spinalis atau supraspinalis.
4.
Persepsi
Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat
tentang impuls nyeri yang diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi
sistem saraf sensoris, informasi kognitif (korteks serebri) dan
pengalaman emosional (hipokampus dan amigdala). Persepsi menentukan
berat ringannya nyeri yang dirasakan (Wibowo, 2009).
E.
KLASIFIKASI
NYERI
1.
Klasifikasi nyeri secara umum terdiri
dari :
a. Nyeri
akut
Nyeri
ini bersifat mendadak, durasi singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan).
Biasa berhubungan dengan kecemasan. Orang bisa merespon nyeri akut secara
fisiologis dan dengan prilaku. Secara fisiologis : diaforesis,
peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan
darah.
b. Nyeri
kronik
Nyeri
ini bersifat dalam, tumpul, diikuti dengan berbagai macam gangguan. Terjadi
lambat dan meningkat secara perlahan setelahnya, dimulai setelah detik pertama
dan meningkat perlahan sampai beberapa detik atau menit. Nyeri ini biasanya
berhungan dengan kerusakan jaringan. Nyeri ini bersifat terus-menerus atau
intermitten.
2. Klasifikasi
nyeri secara spesifik terdiri dari :
a. Nyeri
somatik dan Nyeri viseral
Bersumber
dari kulit dan jaringan di bawah kulit (superfisial), yaitu pada otot
dan tulang.
b. Nyeri menjalar
·
Nyeri yang tidak
diketahui secara fisik, biasanya timbul akibat psikososial.
·
Nyeri yang
disebabkan karena salah satu ekstermitas diamputasi.
·
Bentuk nyeri yang tajam karena adanya spasme
di sepanjang atau di beberapa jalur saraf (Hidayat, 2008).
c. Nyeri
psikogenik
d.
Nyeri phantom
e.
Nyeri neorologis
F.
PENGUKURAN
INTESITAS NYERI
Alat-alat
pengkajian nyeri dapat digunakan untuk mengkaji persepsi neyri seseorang. Agar
alat-alat pengkajian nyeri dapat bermanfaat, alat tersebut harus memenuhi
kriteria sebagai berikut : (Suddarth & Brunner, 2001)
- mudah dimengerti dan digunakan
- memiliki sedikit upaya pada pihak pasien
- mudah dinilai
- sensitif terhadap perubahan kecil dalam intensitas nyeri. Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya
SKALA
INTENSITAS NYERI
1.
Skala Intensitas Nyeri
Deskriftif Sederhana
Pendeskripsian
ini diranking dari ”tidak nyeri” sampai ”nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat
menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas
nyeri terbaru yang ia rasakan. Alat ini memungkinkan klien memilih sebuah
ketegori untuk mendeskripsikan nyeri.
2. Skala
Intensitas Nyeri Numerik 0 – 10
Skala penilaian numerik lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi.
3. Skala Analog Visual
(VAS)
Skala analog visual ( Visual Analog Scale)
merupakan suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus
dan memiliki alat pendeskripsian verbal pada setiap ujungnya.
Intensitas
nyeri dibedakan menjadi lima dengan menggunakan skala numerik yaitu:
1. 0
: Tidak nyeri
2. 1
– 2 : Nyeri ringan
3. 3
– 5 : Nyeri sedang
4. 6
– 7 : Nyeri berat
5. 8
– 10 : Nyeri sangat berat
(Perry
& Potter. 2005)
G.
MANAJEMEN
NYERI
1.
Massage
Massage adalah tindakan penekanan oleh tangan pada
jaringan lunak, biasanya otot tendon atau ligamen, tanpa
menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi guna menurunkan nyeri,
menghasilkan relaksasi, dan/atau meningkatkan sirkulasi. Gerakan-gerakan dasar
meliputi : gerakan memutar yang dilakukan oleh telapak tangan, gerakan menekan
dan mendorong kedepan dan kebelakang menggunakan tenaga, menepuk- nepuk,
memotong-motong, meremas-remas, dan gerakan meliuk-liuk. Setiap gerakan gerakan menghasilkan tekanan, arah, kecepatan,
posisi tangan dan gerakan yang berbeda-beda untuk menghasilkan efek yang di inginkan
pada jaringan yang dibawahnya (Henderson, 2006).
Metode Message
Beberapa metode message yang biasa digunakan
untuk merangsang saraf yang berdiameter besar yaitu:
a.
Metode Effluerage
Memperlakukan pasien dalam posisi setengah duduk, lalu
letakkkan keduan tangan pada perut dan secara bersamaan digerakkan melingkar
kearah pusat simpisis atau dapat juga menggunakan satu telapak tangan
menggunakan gerakan melingkat atau satu arah.
b.
Metode deep
back massage
memperlakukan pasien berbaring miring, kemudian bidan
atau keluarga pasien menekan daerah secrum secara mantap dengan telapak tangan,
lepaskan dan tekan lagi, begitu seterusnya.
c.
Metode firm
counter pressure memperlakukan pasien dalam kondisi duduk kemudian bidan
atau keluarga pasien menekan secrum secara bergantian dengan tangan yang
dikepalkan secara mantap dan beraturan.
d.
Abdominal
lifting memperlakukan pasien dengan
cara membaringkan pasien pada posisi terlentang dengan posisi kepala agak
tinggi. Letakkan kedua telapak tangan pada pinggang belakang pasien, kemudian
secara bersamaan lakukan usapan yang berlawanan kearah puncak perut tanpa
menekan kearah dalam, kemudian ulangi lagi. Begitu seterusnya (Gadysa, 2009).
Metode Massage
Effleurage
Ada dua cara dalam melakukan
teknik Effleurage, yaitu : a) Secara perlahan sambil menekan dari area
pubis atas sampai umbilikus dan keluar mengelilingi abdomen bawah sampai area
pubis, ditekan dengan lembut dan ringan dan tanpa tekanan yang kuat, tapi
usahakan ujung jari tidak lepas dari permukaan kulit. Pijatan dapat dilakukan
beberapa kali, saat memijat harus diperhatikan respon ibu apakah tekanan sudah
tepat. b). Pasien dalam posisi atau setengah duduk, lalu letakkan kedua telapak
tangan Pada perut dan secara bersamaan digerakkan melingkar kearah pusat
kesimpisis atau dapat juga menggunakan satu telapak tangan dengan gerakkan
melingkar atau satu arah. Cara ini dapat dilakukan langsung oleh pasien
(Gadysa, 2009).
Gambar 1. Metode massage Effleurage
Metode Massage Abdominal Lifting
Metode
massage abdominal lifting adalah dengan cara : membaringkan pasien pada
posisi terlentang dengan posisi kepala agak tinggi. Letakkan kedua telapak
tangan pada pinggang belakang pasien, kemudian secara bersamaan lakukan usapan
yang berlawanan kearah puncak perut tanpa menekan kearah dalam, kemudian ulangi
lagi. Begitu seterusnya (Gadysa, 2009).
Gambar 2. Metode massage Abdominal lifting
2. Relaksasi
Relaksasi
adalah membebaskan pikiran dan beban dari ketegangan yang dengan sengaja
diupayakakan dan dipraktekkan. Kemampuan untuk relakasasi secara disengaja dan
sadar dapat dimanfaatkan sebagai pedoman mengurangi ketidaknyamanan yang normal
sehubungan dengan kehamilan (Salmah, 2006 ).
Relaksasi
sadar telah ditemukan berkaitan dengan penurunan tegangan otot dam menurunkan
laju metabolisme. Relaksasi sadar terhadap seluruh tubuh selama persalinan
tampak meningkatkan keefektifan kontraksi uterus. Ketika dikombinasikan dengan
pernapasan, relaksasi dapat membantu ibu bersalin mengatasi nyeri lebih efektif
pada setiap kontraksi dan istirahat lebih penuh di antara kontraksi (Patree.,
Walsh. 2007).
Rasa
nyeri bersalin tidak selalu berarti ada sesuatu yang salah ( seperti rasa sakit
yang disebabkan oleh cidera atau penyakit). Nyeri adalah bagian yang normal
dari proses melahirkan. Biasanya, itu berarti bayi dalam kandungan sedang
mengikuti waktunya untuk dilahirkan. Mengetahui beberapa metode mengatasi rasa
sakit akan membantu ibu untuk tidak merasa begitu takut. Tak hanya itu,
menggunakan beberapa keterampilan ini selama persalinan akan membantu ibu
merasa lebih kuat (Whalley, Simkin & Keppleer, 2008). Manfaat Relaksasi :
a. Menyimpan
energi dan mengurangi kelelahan
Jika tidak secara sadar merelakskan otot-otot, ibu
cenderung membuat otot selama kontraksi.Ketegangan ini meningkatkan nyeri yang
dirasakan, memboroskan energi, menurunkan pasokan oksigen ke rahim dan bayi,
serta membuat ibu lelah.
b.
Menenangkan
pikiran dan mengurangi stres
Tubuh yang relaks membuat pikiran relaks, yang pada
gilirannya membantu mengurangi respons stres. Ada bukti bahwa distres pada
wanita yang sedang mengalami persalinan yang disebabkan oleh kecemasan, amarah,
ketakutan, atau penyakit yang menghasilkan ketekolamin (hormon stres). Kadar
katekolamin yang tinggi di dalam darah dapat memperpanjang persalinan dengan mengurangi
efisiensi kontrasi rahim dan dapat berpengaruh buruk pada janin dengan
mengurangi aliran darah kerahim dan plasenta.
c.
Mengurangi rasa
nyeri
Relaksasi mengurangi ketegangan dan kelelahan yang
mengintensifkan nyeri yang ibu rasakan selama persalinan dan pelahiran. Juga
memungkinkan ketersediaan oksigen dalam jumlah maksimal untuk rahim, yang juga
mengurangi nyeri, karena otot kerja (yang membuat rahim berkontraksi) menjadi
sakit jika kekurangan oksigen. Selain itu, konsentrasi mental yang terjadi saat
ibu secara sadar merelakskan otot membantu mengalihkan perhatian ibu dari rasa
sakit waktu kontraksi dan karena itu, akan mengurangi kesadaran ibu akan rasa
sakit (Whalley, Simkin, & Keppleer, 2008).
Ada beberapa posisi relaksasi
yang dapat dilakukan selama dalam keadaan istirahat atau selama proses
persalinan :
a.
Berbaring
telentang, kedua tungkai kaki lurus dan terbuka sedikit, kedua tangan rileks di
samping di bawah lutut dan kepala diberi bantal.
b.
Berbaring miring,
kedua lutut dan kedua lengan ditekuk, di bawah kepala diberi bantal dan di
bawah perut sebaiknya diberi bantal juga, agar perut tidak menggantung.
c.
Kedua lutut
ditekuk, berbaring terlentang, kedua lutut ditekuk, kedua lengan di samping
telinga.
d.
Duduk membungkuk,
kedua lengan diatas sandaran kursi atau diatas tempat tidur. Kedua kaki tidak
boleh mengantung.
e.
Keempat posisi
tersebut dapat dipergunakan selama ada his dan pada saat itu ibu harus dapat
mengonsentrasikan diri pada pernapasan atau pada sesuatu yang menyenangkan
(Salmah, 2006).
Dibawah ini tiga alternatif panduan untuk ibu
melakukan teknik pernapasan sederhana yaitu :
a.
Pikirkan kata
”rileks” yang terdiri dari dua suku kata, yaitu ”ri” dan ”leks”. Selanjutnya,
cobalah latihan ini. Ketika menarik napas, pikirkan kata ”ri”,saat
menghembuskan , pikirkan kata ”leks”. Jangan alihkan pikiran dari kata ”rileks”
tersebut. Ketika menghembuskan napas, singkirkan segala ketegangan dari tubuh,
khususnya otot-otot yang biasanya mudah tegang setiap kali stres.
b.
Cobalah
menghitung pernapasan. Begitu bernapas, hitung tiga sampai empat, atau lebih
secara perlahan-lahan. Ketika menghembuskan napas, hitung sampai tiga atau
empat lagi.
c.
Cobalah bernapas
melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut. Embuskan napas dari mulut
dengan lembut. Banyak ibu merasa lebih enak mengeluarkan suara saat
menghembuskan napas, misalnya ”fuuuuuuuuuh”
(Danuatmadja & Meiliasari, 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar