Jumat, 10 April 2015

MANAJEMEN NYERI PERSALINAN

MANAJEMEN NYERI PERSALINAN


MANAJEMEN NYERI PERSALINAN
A.    DEFINISI
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan (Brunner dan Suddart,2004).
Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut dalam serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis, maupun emosional (Hidayat, 2008).
Nyeri persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta penurunan janin selama persalinan. Respon fisiologis terhadap nyeri meliputi peningkatan tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, keringat, diameter pupil, dan ketegangan otot (Arifin, 2008).
 Nyeri persalinan ditandai dengan adanya kontraksi rahim, kontraksi sebenarnya telah terjadi pada minggu ke-30 kehamilan yang disebut kontraksi Braxton hicks akibat perubahan-perubahan dari hormon estrogen dan progesteron tetapi sifatnya tidak teratur, tidak nyeri dan kekuatan kontraksinya sebesar 5 mmHg, dan kekuatan kontraksi Braxton hicks ini akan menjadi kekuatan his dalam persalinan dan sifatnya teratur. Kadang kala tampak keluarnya cairan ketuban yang biasanya pecah menjelang pembukaan lengkap, tetapi dapat juga keluar sebelum proses persalinan. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan dapat berlangsung dalam waktu 24 jam (Gadysa, 2009).
B.     ETIOLOGI
Selama persalinan kala satu, nyeri terutama dialami karena rangsangan nosiseptor dalam adneksa, uterus, dan ligamen pelvis. Banyak penelitian yang mendukung bahwa nyeri persalinan kala I adalah akibat dilatasi serviks dan segmen uterus bawah, dengan distensi lanjut, peregangan, dan trauma pada serat otot dan ligamen yang menyokong struktur ini. Bonica dan McDonald, (1995), menyatakan bahwa faktor berikut mendukung teori tersebut :          
1.      Peregangan otot polos telah ditunjukkan menjadi rangsang pada nyeri viseral. Intensitas nyeri yang dialami pada kontraksi dikaitkan dengan derajat dan kecepatan dilatasi serviks dan segmen uterus bawah.
2.      Intensitas dan waktu nyeri dikaitkan dengan terbentuknya tekanan intrauterin yang menambah dilatasi struktur tersebut. Pada awal persalinan, terdapat pembentukan tekanan perlahan, dan nyeri dirasakan kira-kira 20 detik setelah mulainya kontraksi uterus. Pada persalinan selanjutnya, terdapat pembentukan tekanan lebih cepat yang mengakibatkan waktu kelambatan minimal sebelum adanya persepsi nyeri.
3.      Ketika serviks dilatasi cepat pada wanita yang tidak melahirkan, mereka mengalami nyeri serupa dengan yang dirasakan selama kontraksi uterus.
Rangsangan persalinan kala I ditransmisikan dari serat eferen melalui pleksus hipogastrik superior, inferior, dan tengah, rantai simpatik torakal bawah, dan lumbal, ke ganglia akar saraf posterior pada T10 sampai L1. Nyeri dapat disebarkan dari area pelvis ke umbilikus, paha atas, dan area midsakral. Pada penurunan janin, biasanya pada kala II, rangsangan ditransmisikan melalui saraf pudendal melalui pleksus sakral ke ganglia akar saraf posterior pada S2 sampai S4 (Patree, 2007).
Nyeri pada tahap I persalinan timbul dari uterus dan adnexa saat berkontraksi, dan hal itu adalah nyeri viseral yang alami. Beberapa kemungkinan mekanisme yang menjelaskan hal ini yaitu: nosiseptif yang berasal dari uterus telah diajukan namun pengamatan saat ini bahwa nyeri itu lebih banyak dihasilkan akibat dilatasi serviks dan segmen bawah uterus, dan mekanisme distensi sesudahnya. Intensitas nyeri berhubungan dengan kekuatan kontraksi dan tekanan yang dihasilkan uterus yang akan melawan obstruksi yang terjadi, serviks dan perineum mungkin juga berperan terhadap terjadinya nyeri. Beberapa nosiseptik kemudian berperan dalam terjadinya nyeri, yaitu bradikinin, leokotrin, prostaglandin, serotonin, asam laktat, dan substan P. Bukti yang mendukung tentang nosiseptik yang berasal dari uterus didasarkan pada penelitian, hal ini telah ditinjau kembali secara mendetail oleh Bonica (Idmgarut, 2009).
C.    FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI
Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah :
1.      Arti nyeri
Bagi individu memiliki banyak perbedaan dan hamper sebagian arti nyeri tersebut merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak dan lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang social cultural, lingkungan, dan pengalaman.
2.      Persepsi nyeri
Merupakan penilaian sangat subjektif, tempatnya pada korteks (pada fungsi evaluative secara kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh factor yang dapat memicu stimulasi nociceptor.    
a.       Arti nyeri
b.      Persepsi nyeri                                                                                                       Toleransi ini erat hubungannya dengan adanya intensitas nyeri yang dapat mempengaruhi seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alkohol, obat-obatan, hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat, dan lain-lain. Sedangkan faktor yng menurunkan toleransi antara lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain.
c.       Reaksi terhadap nyeri
Merupakan bentuk respons seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respons nyeri yang dapat di pengaruhi oleh beberapa factor, seperti : arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, takut, cemas, usia, dan lain-lain (Hidayat, 2008).
D.    TAHAPAN NYERI
Ada empat tahapan terjadinya nyeri :
1.      Transduksi
Transduksi merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri (noxious stimuli) dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi nyeri). Terjadi perubahan patofisiologis karena mediator-mediator nyeri mempengaruhi juga nosiseptor diluar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas. Selanjutnya terjadi proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang nosiseptor karena pengaruh mediator-mediator tersebut di atas dan penurunan pH jaringan. Akibatnya nyeri dapat timbul karena rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan nyeri misalnya rabaan. Sensitisasi perifer ini mengakibatkan pula terjadinya sensitisasi sentral yaitu hipereksitabilitas neuron pada spinalis, terpengaruhnya neuron simpatis dan perubahan intraseluler yang menyebabkan nyeri dirasakan lebih lama. Rangsangan nyeri diubah menjadi depolarisasi membrane reseptor yang kemudian menjadi impuls syaraf.
2.      Transmisi
Transmisi merupakan proses penyampaian impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer melewati kornu dorsalis, dari spinalis menuju korteks serebri. Transmisi sepanjang akson berlangsung karena proses polarisasi, sedangkan dari neuron presinaps ke pasca sinaps melewati neurotransmitter
3.      Modulasi
Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh sistem saraf, dapat meningkatkan atau mengurangi penerusan impuls nyeri. Hambatan terjadi melalui sistem analgesia endogen yang melibatkan bermacam-macam neurotansmiter antara lain endorphin yang dikeluarkan oleh sel otak dan neuron di spinalis. Impuls ini bermula dari area periaquaductuagrey (PAG) dan menghambat transmisi impuls pre maupun pasca sinaps di tingkat spinalis. Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer medula spinalis atau supraspinalis.
4.      Persepsi
Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang impuls nyeri yang diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi sistem saraf sensoris, informasi kognitif (korteks serebri) dan pengalaman emosional (hipokampus dan amigdala). Persepsi menentukan berat ringannya nyeri yang dirasakan (Wibowo, 2009).
E.     KLASIFIKASI NYERI
            1.      Klasifikasi nyeri secara umum terdiri dari :
a.       Nyeri akut
Nyeri ini bersifat mendadak, durasi singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan). Biasa berhubungan dengan kecemasan. Orang bisa merespon nyeri akut secara fisiologis dan dengan prilaku. Secara fisiologis : diaforesis, peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan darah.
b.      Nyeri kronik
Nyeri ini bersifat dalam, tumpul, diikuti dengan berbagai macam gangguan. Terjadi lambat dan meningkat secara perlahan setelahnya, dimulai setelah detik pertama dan meningkat perlahan sampai beberapa detik atau menit. Nyeri ini biasanya berhungan dengan kerusakan jaringan. Nyeri ini bersifat terus-menerus atau intermitten.
2.      Klasifikasi nyeri secara spesifik terdiri dari :
a.       Nyeri somatik dan Nyeri viseral
Bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit (superfisial), yaitu pada otot dan tulang.
b.      Nyeri menjalar
·         Nyeri yang tidak diketahui secara fisik, biasanya timbul akibat psikososial.
·         Nyeri yang disebabkan karena salah satu ekstermitas diamputasi.
·         Bentuk nyeri yang tajam karena adanya spasme di sepanjang atau di beberapa jalur saraf (Hidayat, 2008).
c.       Nyeri psikogenik
d.      Nyeri phantom
e.       Nyeri neorologis
F.     PENGUKURAN INTESITAS NYERI
Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk mengkaji persepsi neyri seseorang. Agar alat-alat pengkajian nyeri dapat bermanfaat, alat tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berikut : (Suddarth & Brunner, 2001)
  1. mudah dimengerti dan digunakan
  2. memiliki sedikit upaya pada pihak pasien
  3. mudah dinilai
  4. sensitif terhadap perubahan kecil dalam intensitas nyeri. Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya

SKALA INTENSITAS NYERI
1.                  Skala Intensitas Nyeri Deskriftif Sederhana
Skala Intensitas Nyeri Deskriftif Sederhana

Pendeskripsian ini diranking dari ”tidak nyeri” sampai ”nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Alat ini memungkinkan klien memilih sebuah ketegori untuk mendeskripsikan nyeri.

         2.      Skala Intensitas Nyeri Numerik 0 – 10
Skala Intensitas Nyeri Numerik 0 – 10

Skala penilaian numerik lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi.

           3.      Skala Analog Visual (VAS)
Skala Analog Visual (VAS)
Skala analog visual ( Visual Analog Scale) merupakan suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsian verbal pada setiap ujungnya.
Intensitas nyeri dibedakan menjadi lima dengan menggunakan skala numerik yaitu:
1.      0                : Tidak nyeri
2.      1 – 2          : Nyeri ringan
3.      3 – 5          : Nyeri sedang
4.      6 – 7          : Nyeri berat
5.      8 – 10        : Nyeri sangat berat
(Perry & Potter. 2005)
G.    MANAJEMEN NYERI
1.      Massage
Massage adalah tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak, biasanya otot tendon atau ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi guna menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan/atau meningkatkan sirkulasi. Gerakan-gerakan dasar meliputi : gerakan memutar yang dilakukan oleh telapak tangan, gerakan menekan dan mendorong kedepan dan kebelakang menggunakan tenaga, menepuk- nepuk, memotong-motong, meremas-remas, dan gerakan meliuk-liuk. Setiap gerakan gerakan menghasilkan tekanan, arah, kecepatan, posisi tangan dan gerakan yang berbeda-beda untuk menghasilkan efek yang di inginkan pada jaringan yang dibawahnya (Henderson, 2006).
Metode Message
Beberapa metode message yang biasa digunakan untuk merangsang saraf yang berdiameter besar yaitu:
a.       Metode Effluerage
Memperlakukan pasien dalam posisi setengah duduk, lalu letakkkan keduan tangan pada perut dan secara bersamaan digerakkan melingkar kearah pusat simpisis atau dapat juga menggunakan satu telapak tangan menggunakan gerakan melingkat atau satu arah.
b.      Metode deep back massage
memperlakukan pasien berbaring miring, kemudian bidan atau keluarga pasien menekan daerah secrum secara mantap dengan telapak tangan, lepaskan dan tekan lagi, begitu seterusnya.
c.       Metode firm counter pressure memperlakukan pasien dalam kondisi duduk kemudian bidan atau keluarga pasien menekan secrum secara bergantian dengan tangan yang dikepalkan secara mantap dan beraturan.
d.      Abdominal lifting memperlakukan pasien dengan cara membaringkan pasien pada posisi terlentang dengan posisi kepala agak tinggi. Letakkan kedua telapak tangan pada pinggang belakang pasien, kemudian secara bersamaan lakukan usapan yang berlawanan kearah puncak perut tanpa menekan kearah dalam, kemudian ulangi lagi. Begitu seterusnya (Gadysa, 2009).
Metode Massage Effleurage
Ada dua cara dalam melakukan teknik Effleurage, yaitu : a) Secara perlahan sambil menekan dari area pubis atas sampai umbilikus dan keluar mengelilingi abdomen bawah sampai area pubis, ditekan dengan lembut dan ringan dan tanpa tekanan yang kuat, tapi usahakan ujung jari tidak lepas dari permukaan kulit. Pijatan dapat dilakukan beberapa kali, saat memijat harus diperhatikan respon ibu apakah tekanan sudah tepat. b). Pasien dalam posisi atau setengah duduk, lalu letakkan kedua telapak tangan Pada perut dan secara bersamaan digerakkan melingkar kearah pusat kesimpisis atau dapat juga menggunakan satu telapak tangan dengan gerakkan melingkar atau satu arah. Cara ini dapat dilakukan langsung oleh pasien (Gadysa, 2009).
Gambar 1. Metode massage Effleurage
Metode massage Effleurage


Metode Massage Abdominal Lifting
Metode massage abdominal lifting adalah dengan cara : membaringkan pasien pada posisi terlentang dengan posisi kepala agak tinggi. Letakkan kedua telapak tangan pada pinggang belakang pasien, kemudian secara bersamaan lakukan usapan yang berlawanan kearah puncak perut tanpa menekan kearah dalam, kemudian ulangi lagi. Begitu seterusnya (Gadysa, 2009).
Gambar 2. Metode massage Abdominal lifting
Metode massage Abdominal lifting
  
    2.      Relaksasi
Relaksasi adalah membebaskan pikiran dan beban dari ketegangan yang dengan sengaja diupayakakan dan dipraktekkan. Kemampuan untuk relakasasi secara disengaja dan sadar dapat dimanfaatkan sebagai pedoman mengurangi ketidaknyamanan yang normal sehubungan dengan kehamilan (Salmah, 2006 ).
Relaksasi sadar telah ditemukan berkaitan dengan penurunan tegangan otot dam menurunkan laju metabolisme. Relaksasi sadar terhadap seluruh tubuh selama persalinan tampak meningkatkan keefektifan kontraksi uterus. Ketika dikombinasikan dengan pernapasan, relaksasi dapat membantu ibu bersalin mengatasi nyeri lebih efektif pada setiap kontraksi dan istirahat lebih penuh di antara kontraksi (Patree., Walsh. 2007).
Rasa nyeri bersalin tidak selalu berarti ada sesuatu yang salah ( seperti rasa sakit yang disebabkan oleh cidera atau penyakit). Nyeri adalah bagian yang normal dari proses melahirkan. Biasanya, itu berarti bayi dalam kandungan sedang mengikuti waktunya untuk dilahirkan. Mengetahui beberapa metode mengatasi rasa sakit akan membantu ibu untuk tidak merasa begitu takut. Tak hanya itu, menggunakan beberapa keterampilan ini selama persalinan akan membantu ibu merasa lebih kuat (Whalley, Simkin & Keppleer, 2008). Manfaat Relaksasi :
a.       Menyimpan energi dan mengurangi kelelahan 
Jika tidak secara sadar merelakskan otot-otot, ibu cenderung membuat otot selama kontraksi.Ketegangan ini meningkatkan nyeri yang dirasakan, memboroskan energi, menurunkan pasokan oksigen ke rahim dan bayi, serta membuat ibu lelah.
b.      Menenangkan pikiran dan mengurangi stres
Tubuh yang relaks membuat pikiran relaks, yang pada gilirannya membantu mengurangi respons stres. Ada bukti bahwa distres pada wanita yang sedang mengalami persalinan yang disebabkan oleh kecemasan, amarah, ketakutan, atau penyakit yang menghasilkan ketekolamin (hormon stres). Kadar katekolamin yang tinggi di dalam darah dapat memperpanjang persalinan dengan mengurangi efisiensi kontrasi rahim dan dapat berpengaruh buruk pada janin dengan mengurangi aliran darah kerahim dan plasenta.
c.       Mengurangi rasa nyeri                                                                              
Relaksasi mengurangi ketegangan dan kelelahan yang mengintensifkan nyeri yang ibu rasakan selama persalinan dan pelahiran. Juga memungkinkan ketersediaan oksigen dalam jumlah maksimal untuk rahim, yang juga mengurangi nyeri, karena otot kerja (yang membuat rahim berkontraksi) menjadi sakit jika kekurangan oksigen. Selain itu, konsentrasi mental yang terjadi saat ibu secara sadar merelakskan otot membantu mengalihkan perhatian ibu dari rasa sakit waktu kontraksi dan karena itu, akan mengurangi kesadaran ibu akan rasa sakit (Whalley, Simkin, & Keppleer, 2008).
Ada beberapa posisi relaksasi yang dapat dilakukan selama dalam keadaan istirahat atau selama proses persalinan :
a.       Berbaring telentang, kedua tungkai kaki lurus dan terbuka sedikit, kedua tangan rileks di samping di bawah lutut dan kepala diberi bantal.
b.      Berbaring miring, kedua lutut dan kedua lengan ditekuk, di bawah kepala diberi bantal dan di bawah perut sebaiknya diberi bantal juga, agar perut tidak menggantung.
c.       Kedua lutut ditekuk, berbaring terlentang, kedua lutut ditekuk, kedua lengan di samping telinga.
d.      Duduk membungkuk, kedua lengan diatas sandaran kursi atau diatas tempat tidur. Kedua kaki tidak boleh mengantung.
e.       Keempat posisi tersebut dapat dipergunakan selama ada his dan pada saat itu ibu harus dapat mengonsentrasikan diri pada pernapasan atau pada sesuatu yang menyenangkan (Salmah, 2006).
Dibawah ini tiga alternatif panduan untuk ibu melakukan teknik pernapasan sederhana yaitu :  
a.       Pikirkan kata ”rileks” yang terdiri dari dua suku kata, yaitu ”ri” dan ”leks”. Selanjutnya, cobalah latihan ini. Ketika menarik napas, pikirkan kata ”ri”,saat menghembuskan , pikirkan kata ”leks”. Jangan alihkan pikiran dari kata ”rileks” tersebut. Ketika menghembuskan napas, singkirkan segala ketegangan dari tubuh, khususnya otot-otot yang biasanya mudah tegang setiap kali stres.
b.      Cobalah menghitung pernapasan. Begitu bernapas, hitung tiga sampai empat, atau lebih secara perlahan-lahan. Ketika menghembuskan napas, hitung sampai tiga atau empat lagi.
c.       Cobalah bernapas melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut. Embuskan napas dari mulut dengan lembut. Banyak ibu merasa lebih enak mengeluarkan suara saat menghembuskan napas, misalnya ”fuuuuuuuuuh”
(Danuatmadja & Meiliasari, 2004)
Relaksasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar